head

Monday, December 25, 2017

Kisah Menjaga Rahasia

http://dapalan.com/Jb5I




Gosip, layaknya sesuatu yang mudah ditemui. Satu rahasia yang semestinya tersimpan rapi pun begitu mudah dibongkar melalui jalan ini. Tak hanya diminati oleh kaum ibu, anak-anak pun banyak menggemarinya. Tatkala duduk-duduk bersama teman, tak jarang berbagai obrolan meluncur tanpa terasa. Sampai hal yang semestinya tak disampaikan pun akhirnya terungkap. Terkadang disertai bumbu, “Ssst…. tapi jangan bilang siapa-siapa ya? Ini rahasia!”
Hal tercela yang dianggap biasa. Orangtua yang mendengar atau menyaksikan anak-anaknya melakukan seperti ini pun tak bereaksi. Wallahul musta’an…
Padahal tidak demikian yang ada dalam kehidupan para pendahulu kita yang shalih. Mereka begitu kukuh memegang sesuatu yang disebut rahasia. Barangkali perlu kita lihat, bagaimana putri Rasulullah ?, Fathimah radhiyallahu ‘anha memegang rahasia sang ayah, sampai waktunya dia bisa mengungkapkannya. Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan:
“Suatu ketika, Fathimah datang berjalan kaki. Cara jalannya amat mirip dengan cara jalan Nabi ?. Nabi ? lantas menyambut, “Selamat datang, wahai putriku!” Lalu beliau membisikkan sesuatu kepadanya. Fathimah pun menangis. Kutanyakan kepadanya, “Mengapaengkau menangis?” Kemudian beliau membisikkan sesuatu lagi kepadanya, lalu dia tertawa. Aku berkata heran, “Tak pernah kulihat kegembiraan yang begitu dekat dengan kesedihan seperti hari ini.” Aku pun bertanya pada Fathimah tentang apa yang dikatakan Nabi?. Fathimah menjawab, “Aku tak akan menyebarkan rahasia Rasulullah ?!” Sampai ketika Nabi ? telah wafat, aku tanyakan kembali hal itu kepadanya (barulah Fathimah menceritakannya).” (HR. Al Bukhari no.3623/3624 dan Muslim no.2450)
Kalau sekarang kita dapati, orangtua yang membiarkan perilaku anaknya menyebarkan rahasia, dulu pada masa shahabat, orangtua justru membimbing anaknya untuk menjaga rahasia. Seorang ibu yang mulia, yang dikenal amat besar semangatnya untuk memberikan kebaikan pada anaknya, Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha, menjadi cermin bagi kita untuk berkaca diri. Diceritakan oleh putranya, Anas bin Malik ?:
“Rasulullah ? pernah mendatangiku ketika aku sedang bermain-main dengan anak-anak yang lain. Beliau memberi salam kepada kami, lalu menyuruhku untuk suatu keperluan, sehingga aku terlambat pulang kepada ibuku. Ketika aku datang, ibuku bertanya, “Apayang membuatmu terlambat?” “Rasulullah ? menyuruhku untuk suatu keperluan,” jawabku. “Apa keperluannya?” tanya ibuku. Aku menjawab, “Itu rahasia.” Ibuku pun mengatakan, “Kalau demikian, jangan engkau beritahukan rahasia Rasulullah ? kepada siapa pun!” (HR. Al Bukhari no.6289 dan Muslim no.2482)
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan,sebagian ulama mengatakan bahwa sepertinya rahasia itu khusus berkenaan dengan istri-istri Nabi ?. Seandainya rahasia itu berupa ilmu tentu tidak ada celah bagi Anas ? untuk menyembunyikannya.
Al Hafizh rahimahullah juga menukilkan penjelasan Ibnu Baththal rahimahullah bahwa pendapat yang dipegangi oleh ahlul ilmi, rahasia tidak boleh disembunyikan bila mengandung bahaya bagi pemiliknya. Sebagian besar dari mereka berpendapat bila pemilik rahasia itu meninggal, maka tidak harus disembunyikan rahasianya sebagaimana yang harus dilakukan semasa hidupnya, kecuali bila berakibat merendahkan martabatnya. (Fathul Bari, 11/99)
Demikian semestinya. Orangtua harus benar-benar bijak mengajarkan kepada anak-anaknya untuk menjaga rahasia. Tidak setiap hal boleh diberitakan dan tidak setiap rahasia boleh disebarkan. Dengan ini, akan tumbuh kepercayaan masyarakat kepada dirinya di masa mendatang, sebagai seseorang yang dipandang bisa memegang rahasia. Wallähu ta’älä a’lamu bish shawäb.


No comments:

Post a Comment